Blog ini adalah sarana pelampiasan emosi dalam diri ini, kadang marah, sedih, bahagia, dongkol.. dll.
jadi isinya lebih banyak curhatan ajah sih..

Dwi Afrini Risma. Com

Welcome

Maked by a girl who is becoming a woman

Selasa, 21 April 2009

I'm Just Me


“Kak Syanti… Tolong keluarin embernya dong…”, teriakku dari luar kamar mandi.
“Ya, bentar, kakak juga mau selesai”, jawab Kak Syanti.
“Mau ngapain dek? Pake ember segala”, Kak Syanti kemudian keluar dari kamar mandi.
“Biasa, nyuci motor. Tadi habis ganti oli, sekalian diservis.”
“So..?!”
“ya, dicucilah. Tuh udah kotor juga. Maklumlah, udah hapir satu minggu ini, Pekanbaru diguyur hujan mulu.” Jawabku sembari mengambil ember yang langsung ku isi air kemudian kembali ke halaman belakang rumah.
“Kakak temani ya, sambil ngobrol kerjanya. So, ga terasa deh kerjaannya.” Tawarnya padaku.
“Yah… terserah kakak ajah deh.”
Setelah selesai mengisi ember-ember tersebut, aku pun segera memulai aksi. Sepeda motorku sudah menjerit-jerit minta mandiin dari beberapa hari yang lalu. Sebenaranya nggak kotor-kotor amat sih, hanya saja sejak motorku beralih tangan dari adikku kepada aku, inlah kali pertama ia berada dalam kondisi yang memprihatinkan (menurut standar penilaianku lho… klo kamu mungkin punya standar penilaian yang berbeda).
Tak lama setelah aku memulai aksi bersih-bersih, Kak Syanti pun datang membawa cermin, kapas, dan peralatan-peralatan cewe lainnya yang tidak aku ketahui detailnya (ya, jelas ajah lah, secara aku kan lagi konsentrasi ke motor).
“Dek, kok ga dicuci di bengkel ajah sih? Cuma sepulur ribu kok. Dari pada capek-capek kayak gini. Pulang kuliah langsung sibuk di organisasi, baru pulang ke rumah. Eh, baru nyampe langsung cuci motor. Nggak ada istirahatnya lho, minimal duduk dulu lah, hilangkan capeknya. Nanti sakit loh!”
Komentar Kak Syanti di sela-sela kesibukannya mengobrak-abrik mukanya (menurutnya sih “perawatan wajah”, tapi kalau perawatan sebegitu sakitnya?! Ih, takut ah!). sebenarnya Kak Syanti bener juga sih, seharian aku belum istirahat sama sekali. Seluruh waktuku hari ini tak ada yang terbuang sia-sia. Sudah seperti orang sibuk saja. Tapi apa kesibukannya, aku juga nggak ngerti.
“Bener sih, tapi kalau nyuci sendiri Cuma seperempatnya kak, dua ribu lima ratus, udah dapat sampo dan pengkilap motornya. Kalau masalah sakit, insyaallah nggak lah. Justru kemungkinan justru jadi kurus. Hehehehe..”, candaku.
“Lagipula, pasti banyak yang senanglah kalau Rini kurus!!” jawabku enteng sambil mengusap-usap perutku yang tambun. Memang, aku bertubuh besar, malahan dari pertama kali aku menghirup udara di muka bumi ini dengan system respirasi yang diciptakan special buatku, aku belum pernah merasakan yang namanya kurus. Tapi, kurasakan banyak hikmah yang aku dapatkan dibalik nikmat Allah ini, ya salah satunya aku nggak jadi playgirl… wakakaka… becanda doang kok, tapi beneran lho, dengan bertubuh super alias ekstra gede seperti ini, sekurang-kurangnya aku bisa menekan biaya hidup. Terutama kalau masalah baju, maklum aja kalau orang gemuk tuh susah nyari kostumnya, hanya di tempat-tempat tertentu aja, dan jumlahnya juga terbatas. Nggak kebayang deh kalau misalnya aku bertubuh langsing, pasti setiap minggunya aku tuh butuh budget yang besar buat sekedar shopping, ya.. seperti cewe-cewe lainnya.
Ya, inilah aku dan kehidupanku. Namaku Rini seorang mahasiswa semester enam jurusan matematika di FMIPA Universitas Riau. Kedengarannya memang sedikit mengerikan, matematika. Hampir setiap orang nge-judge bahwa matematika tuh sulit banget. Bahkan tak jarang ketika lagi chatting di dunia maya, setiap kali mereka menanyakan program studi yang aku jalani, pasti sebagian dari mereka berdecak kagum padaku. Selanjutnya aku dibilang pintar. Padahal, aku hanyalah mahasiswa dengan kemampuan biasa-biasa saja. Tak terlalu bagus, dan juga tak terlalu buruk. Aku juga tak ingat dengan pasti mengapa aku bisa tiba-tiba memilih jurusan matematika di saat pengisian formulir SPMB, hampir tiga tahun yang silam. Tapi, sekali lagi, mungkin inilah takdir Tuhan, aku hanya bisa bersyukur dan memanfaatkan kepercayaan yang diberikan padaku sebaik-baiknya.
Berbicara masalah belajar, aku tuh cenderung lebih suka menulis seperti ini daripada harus repot-repot mikirin UTS yang akan aku hadapi besok pagi. Aku hanya mahasiswa biasa yang tak punya prestasi yang luar biasa yang cukup membanggakan. Ya, I’m just me.
“Kak, malam ini Allan less ga?” tanyaku pada Kak santi yang sekarang sedang mengkilapkan kuku-kuku di jari-jarinya.
“Ya iya lah dek, Allan udah mau UN nih. Kakak risau dengan ujiannya. Tolong dikasi trik-trik jitunya ya, Rin. Kakak pesimis lho dengan Allan. Melihat gayanya yang ogah-ogahan bikin kakak jadi gimana gitu.”
“Pada dasarnya Allan tuh anaknya pintar loh, Kak. Hanya saja, dia malas banget buka kamus, jadi vocabnya terbatas banget. Tapi jika dibandingkan dari pertemuan pertama, progresnya lumyan lho. Sekarang dia udah bisa mengartikan dan memahami reading yang bikin pusing itu.”
Oh,ya. Selain kuliah, aku juga mengisi waktu luang buat ngajarin Allan adiknya Kak Santi bahasa Inggris. Aku nggak minta bayaran sih, soalnya yang ngajarnya nggak qualified, kemampuanku sangat terbatas hanya bermodal pelajaran SMA dulu. Karena bahasa Inggrisku juga nggak bagus-bagus amat. Allan belajar denganku sejak proses pembelajaran bahasa inggris di sekolahnya serta merta berhenti. Guru honorer bahasa inggris yang hanya satu-satunya di sekolah Allan itu harus pindah mengajar alasannya sih tuntutan kebutuhan hidup. Maklum, gaji guru honorer sekolah di kampung cukup kecil. Sejak saat itu, setiap jam pelajaran bahasa inggris siswa-siswa hanya bisa membaca buku, dan tak jarang main-main.
Karena kesadarannya, Allan memutuskan untuk belajar denganku sekali seminggu, tepatnya kamis malam. Dengan menempuh perjalanan sejauh tiga jam, setiap minggunya Allan membawa harapan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Cie elah… lebay deh. Oya, semester yang lalu aku juga sempat jadi pembimbing tim olimpiade matematika di sebuah sekolah swasta yang lumayan punya nama di Pekanbaru. Tapi hanya sebentar saja, karena keburu kontraknya habis. Terkadang aku merasa aneh, padahal sewaktu SMA, aku sama sekali tidak pernah mengikuti ajang bergensi seperti ini. Sekali lagi, semuanya bermodal keberuntungan. Karena menurut siswa-siswa yang pernah aku bimbing, soal yang aku bahas selalunya keluar dalam olimpiade.
Sejujurnya aku lelah sekali hari ini. Ingin rasanya aku langsung tidur saja sepulangnya dari kampus tadi. Tapi, sekali lagi rasa lelahku harus mengalah. Hingga akhirnya aku harus menutup hari ini dengan tidur tepat pada pukul 23.30 malam.
Akhir-akhir ini aku memang kurang istirahat, sejak Himpunan Mahasiswa Matematika, organisasi tempat aku bernaung dan mengekspresikan diri, menjadi tuan rumah pelaksanaan Musyawarah Wilayah I IKAHIMATIKA Indonesia tanggal 4 – 7 April 2009 yang lalu. Dalam Musyawah Wilayah ini, kami mengundang beberapa Universitas dari 5 propinsi; Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Lelah, sudahlah pasti. Apalagi aku mendapatkan amanah sebagai Sekretaris panitia. Pembaca yang pernah jadi sekertaris panitia tentu tahu bagaimana pahit dan manisnya jadi seorang sekretaris tanpa wakil ketua panitia, otomatis aku juga merangkap sebagai wakil ketua panitia. Repotnya nggak usah ditanya. Apalagi di tengah-tengah krisis intern yang melanda HIMASKA. Praktis hanya beberapa panitia dengan loyalitas yang luar biasa saja yang memberikan kiprahnya pada HIMASKA.
Semakin dekat detik-detik Musyawarah Wilayah (Muswil) I, maka semakin besar tantangan yang harus aku hadapi. Hampir setiap jam bahkan menitnya handphone-ku mendendangkan lagu I’m Your’s-nya Jason Mraz, sebagai pertanda ada telepon masuk, kalau sms jangan ditanya lagi. Mengalir bagaikan air. Sampai-sampai jari-jariku keriting gara-gara membalas sms-sms itu. Ada yang berasal dari panitia yang bingung karena menghadapi kendala, maupun dari peserta Muswil sendiri yang senantiasa mengkonfirmasikan keberangkatan mereka.
Gara-gara kesibukanku ini, sampai-sampai Kak D, terabaikan deh. Sebagai informasi, Kak D adalah teman dekatku saat ini. Kak D orangnya bersahaja, apa adanya, pengertian, dan mampu meredakan emosiku. Dia nggak banyak menuntut dan nggak neko-neko. Secara fisik dan materi, mungkin dia kalah dari Kak J, mantan pacarku yang sebelumnya. Tapi semua itu nggak berarti bagiku. Yang terpenting adalah saling pengertian, karena cinta tak selalu menuntut pengorbanan (gitu tuh kata Yefrizal, salah seorang adik tingkatku di sela-sela perbincangan kami beberapa waktu yang lalu). Aku sayang sekali dengan Kak D begitu juga sebaliknya Kak D padaku, tapi sejujurnya aku tak merasakan adanya cinta di dalam hatiku untuknya. Selalunya aku meminta komentar dari teman-teman melalui facebook, hampir semua isi komentar sama, aku disuruh menikmati saja, karena yang terbaik bagi seorang perempuan adalah bersama dengan orang yang mencintainya, bukan bersama orang yang dicintainya. Hanya Dede yang meminta aku untuk jujur pada Kak D, menurutnya menjalani hubungan yang bertentangan dengan hati nurani, sangatlah menyakitkan, bukan hanya bagiku, tapi juga Kak D. apakah yang harus aku lakukan? Aku butuh saran dari teman-teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar